Pakar Hukum Universitas Brawijaya Nilai Sejumlah Pasal di RUU KUHAP Mencerminkan Kemunduran

Jakarta – Pakar Hukum Pidana dan Kriminolog Universitas Brawijaya (UB), Dr. Prija Djatmika mengkritisi beberapa pasal yang ada di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Beberapa pasal yang dimaksud yakni pasal 111 ayat 2, pasal 12 ayat 11 dan. Pasal 30B dinilai dapat menimbulkan persoalan baru antara kepolisian dan kejaksaan bahkan dinilai menimbulkan abuse of power.

Dia mengatakan, dalam Pasal 111 ayat (2) RUU KUHAP saat ini dapat memberi kewenangan jaksa untuk mempertanyakan sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan yang dilakukan kepolisian.

Padahal, seharusnya pasal tersebut mutlak kewenangan dari kepolisian, dan apabila hal ini tetap diterapkan maka dikhawatirkan akan menimbulkan penanganan perkara hukum yang tidak terpadu.

“Yang benar yang boleh mengontrol hanya Hakim Komisaris atau Hakim Pemeriksa Pendahuluan. Jadi ini pasal 111 ini mending dihapuskan saja, yang ayat 2,” kata Prija saat ditemui di Ruang Lobby Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Rabu (22/1/2025).

Sedangkan, pasal 12 ayat 11 RUU KUHAP menjelaskan bahwa apabila masyarakat melapor polisi tetapi dalam waktu 14 hari tidak ditanggapi maka bisa menindaklanjuti ke kejaksaan.

Menurutnya, pasal semacam ini suatu kemunduran yang sebelumnya saat era Hindia Belanda hingga Orde Baru sudah pernah diterapkan dan kemudian telah dihapuskan.

“Ini memberi peluang jaksa untuk kembali sebagai penyidik, ini merusak tatanan distribusi kewenangan yang sudah diatur bagus dalam KUHAP, jadi ini langkah mundur. Seharusnya seperti saat ini jaksa hanya bisa (menyidik) pelanggaran HAM berat dan tindak pidana korupsi,” katanya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *