Soal Gugatan PDIP ke PTUN, Tim Hukum Prabowo-Gibran : Mereka Belum Move On

Jakarta – Meskipun kubu 01 yang diwakili oleh Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar telah legawa menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2024, namun kubu 03 menunjukkan sikap yang berbeda.

Kubu Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang didukung oleh PDIP, PPP, Hanura, dan Perindo, menunjukkan sikap yang keras kepala.

Bacaan Lainnya

Mereka, terutama PDIP, menolak untuk menerima putusan MK, meskipun putusan tersebut bersifat final dan mengikat.

Bagi PDIP, sebuah perjuangan tidak akan dianggap selesai jika target yang diinginkan belum tercapai.

Oleh karena itu, PDIP memutuskan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait putusan MK tersebut.

Sikap ngeyel yang ditunjukkan oleh kubu Ganjar-Mahfud menunjukkan bahwa mereka masih berkomitmen untuk memperjuangkan kepentingan dan tujuan politik mereka, meskipun hal tersebut dapat menimbulkan ketegangan dan kontroversi di tengah masyarakat.

Merespons hal tersebut, Tim kuasa hukum Prabowo-Gibran Fahri Bachmid menyebut, apa yang diupayakan PDIP tidak akan berpengaruh.

“Riak-riak dari masyarakat, tidak ada pengaruhnya, silakan saja. Kita ini negara besar,” ujar Fahri saat ditemui di kantor PBHI Sulsel, Jumat (26/4/2024).

Dikatakan Fahri, Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar di dunia. Pemikiran yang berseragam merupakan hal lumrah jika terjadi.

“Jadi bisa saja tidak bisa seragamkan pikiran kita dengan orang lain yang belum mengerti,” ucapnya.

Meskipun demikian, kata Fahri, agenda konstitusional tetap jalan. Prabowo-Gibran tetap sebagai pemenang Pilpres 2024.

“Negara ini punya aturan main dan kalaupun ada yang berpendapat pro kontra silakan saja, tapi agenda konstitusional tetap jalan,” tekan Dosen Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar ini.

Fahri bilang, pada dasarnya masyarakat telah menerima bahwa Prabowo-Gibran yang akan menjadi nakhoda Indonesia untuk lima tahun kedepan.

“Saya kira masyarakat sudah bisa menerima, yang belum move on itu cuma beberapa,” tukasnya.

Diakui Fahri, publik tidak bisa menyalahkan perbedaan pendapat yang mengemuka di kalangan masyarakat.

“Ini menjadi pekerjaan elit. Tanggung jawab para pengurus Partai Politik, akademisi, untuk menjelaskan sebaik-baiknya kepada masyarakat,” imbuhnya.

Tambahnya, masyarakat harus menerima hasil Pilpres sebagai produk demokrasi dan daulat rakyat. Bukan produk partai politik.

“Karena 96 juta sekian itu suara rakyat itu. Tidak ada Presiden di dunia ini yang terpilih dengan tingkat sebanyak itu,” tandasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *